Salah satu gangguan mata yang cukup berbahaya dan tidak bisa dikoreksi dengan kacamata adalah low vision. Meskipun tidak sampai terjadi kebutaan, masalah penglihatan ini perlu penanganan ekstra.
Prevalensi gangguan penglihatanini di Indonesia mencapai 1,2 persen. Jika prosentase pada tahun 2016 itu tidak berubah, maka dengan populasi 275 juta jiwa, tahun 2022 ini penderita gangguan penglihatan ini mencapai 3,3 juta orang. Karenanya penting bagi kita mengetahui penyebab, gejala, dan cara mengobati low vision.
Apa Itu Low Vision
Low vision adalah penurunan tajam penglihatan atau tidak bisa melihat dengan jelas yang tidak dapat diperbaiki dengan kacamata, lensa kontak, atau pembedahan.
Jika kita bandingkan dengan penyakit mata lain, tampak sisi bahaya gangguan penglihatan ini. Misalnya dengan katarak. Meskipun bisa menyebabkan kebutaan, katarak yang masih bisa disembuhkan dengan operasi katarak.
Atau jika kita bandingkan dengan kelainan refraksi. Baik itu rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropi), maupun silinder (astigmatisme). Ketiganya bisa dikoreksi dengan kacamata atau lensa kontak. Bahkan bisa sembuh total secara permanen dengan LASIK.
Low vision tidak sama dengan buta total yang tidak bisa melihat bentuk dan cahaya. Penderitanya memang masih bisa melihat tetapi dengan penglihatan yang rendah atau terbatas. Masih bisa melihat angka, huruf, bentuk, dan masih peka terhadap cahaya. Namun, low vision mengakibatkan terbatasnya kemampuan penderitanya untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Misalnya kesulitan membaca, tidak mudah mengenali wajah, tidak bisa melihat objek kecil dengan detail.
Karenanya, penderita gangguan penglihatan ini harus segera mendapatkan penanganan medis yang tepat.
Penyebab Low Vision
Penyebab low vision yang paling sering ditemukan adalah degenerasi makula. Yaitu penurunan fungsi pada makula, bagian mata berbentuk titik kecil bulat di bagian belakang retina yang memiliki sel penglihatan.
Degenerasi makula ini bisa terjadi akibat beberapa faktor. Utamanya faktor usia tua (di atas 45 tahun), glaukoma, katarak, dan diabetes.
Selain degenerasi makula, faktor lain yang bisa menyebabkan low vision adalah cedera mata, cedera otak, kanker mata, albinisme, dan kelainan bawaan seperti retinitis pigmentosa. Sedangkan pada anak-anak, low vision bisa terjadi akibat albinisme, katarak kongenital, glaukoma, nistagmus, dan kelainan saraf retina dan optik.
Gejala Low Vision
Meskipun gejalanya mirip dengan gangguan penglihatan lain seperti kelainan refraksi, gangguan akibat low vision tidak membaik meskipun mencoba memakai kacamata. Kemiripan gejala ini karena salah satu penyebabnya adalah kelainan refraksi yang dibiarkan dan tidak dikoreksi.
Berikut ini gejala-gejala yang sering terjadi:
- Kesulitan mengenali wajah. Ini adalah gejala paling umum.
- Kesulitan mengukur jarak objek seperti tangga, trotoar, dan dinding. Ini juga gejala umum seperti sebelumnya.
- Kesulitan membaca dan menulis kecuali dari jarak yang sangat dekat.
- Hanya bisa membaca huruf-huruf berukuran besar.
- Warna-warna benda tampak pudar.
- Garis yang lurus terlihat miring.
- Sulit mengemudi di malam hari.
Baca juga: Strabismus
Cara Mengobati Low Vision
Langkah awal sebelum pengobatan adalah penegakan diagnosis. Dokter mata akan memulai dengan anamnesis dan sejumlah pemeriksaan mata. Mengidentifikasi penyebabnya sebelum menentukan cara penanganan yang tepat. Sebab berbeda penyebab, berbeda pula cara efektif menanganinya.
Jika penurunan penglihatan terjadi akibat retinopati diabetik, pengobatan diabetes menjadi cara utama untuk memulihkan dan mempertahankan penglihatan pasien. Namun jika penyebabnya adalah katarak kongenital, operasi katarak merupakan tindakan utama.
Kendati low vision bersifat permanen dan tidak bisa diatasi dengan kacamata, lensa kontak, atau operasi, penggunaan alat bantu visual bisa membantu mempertajam penglihatan. Alat bantu visual tersebut antara lain:
- Kacamata teleskopik
- Lensa penyaring cahaya
- Kacamata pembesar
- Kacamata baca lensa prisma (reading prism)
Selain itu, perangkat non-optik juga bisa membantu memperjelas penglihatan. Misalnya:
- Aplikasi pembaca text (Texy-to-speech)
- Rekaman audio
- Bahan cetak atau dokumen dengan teks berukuran besar
- Ponsel dengan kontras tinggi dan ukuran angka yang besar
- Perlengkapan lampu khusus
Sedangkan anak-anak di bawah usia 3 tahun bisa mendapatkan penanganan dini dari dokter mata dan tenaga pendidik khusus yang bekerja sama dengan orang tua serta pengasuh. [mbk/NLC]