Operasi lasik semakin populer di Indonesia, khususnya untuk mereka yang mengalami miopia (rabun jauh) alias mata minus. Masalahnya, ada orang yang mengalami mata minus sekaligus plus karena presbiopi. Lasik monovision bisa menjadi solusi bagi Anda.
Apa itu Lasik Monovision?
Lasik (Laser In Situ Keratomileusis) adalah prosedur laser untuk mengoreksi kelainan refraksi (miopia, hipermetropi, astigmatisme) sehingga bebas dari kacamata dan lensa kontak. Sebenarnya, LASIK adalah salah satu metode atau teknik yang termasuk dalam Laser Vision Correction (LVC). Ada tiga metode LVC, salah satunya yakni PRK (Photorefractive Keratectomy) atau lasik monovision.
Lasik monovision adalah metode koreksi penuh satu mata yang dominan untuk melihat jauh sedangkan mata lainnya akan disisakan sesuai dengan nilai add-nya. Dengan Lasik Monovision, satu mata “disetel” untuk fokus jarak jauh, dan mata lainnya diatur untuk fokus dekat yang lebih baik. Memiliki rabun jauh ringan pada satu mata dapat membantu meniadakan efek presbiopi dan memulihkan penglihatan dekat.
Metode lasik ini memungkinkan pasien untuk melihat gambar jarak dan dekat tanpa kacamata dengan memadukan titik fokus visual. Tujuan Monovision adalah tidak bergantung pada kacamata untuk sebagian besar aktivitas sehari-hari. Setelah Monovision, realistis untuk dapat membaca menu, melakukan pekerjaan komputer, menonton TV, dan mengendarai mobil tanpa kacamata.
Keunggulan Monovision Lasik vs Full Distance Lasik
Selain Monovision, ada juga full distance lasik. Singkatnya, bagi Anda yang juga mengalami presbiopi, full distance lasik membuat Anda bebas dari kacamata minus tetapi masih membutuhkan kacamata baca untuk membaca. Sementara itu, lasik monovision Anda tak perlu lagi menggunakan kacamata minus maupun kacamata baca.
Tentu, baik lasik monovision maupun full distance, keduanya memiliki keunggulan masing-masing. Berikut ini alasan yang bisa membuat Anda memilih monovision lasik maupun full distance lasik.
Alasan untuk memilih Lasik Monovision antara lain:
- Usia di atas 40 tahun
- Mencari kenyamanan gaya hidup “bebas kacamata”
- Tidak mau memakai kacamata baca untuk pekerjaan jarak dekat
- Tidak aktif dalam olahraga kinerja tinggi (misalnya tenis, pembalap motor)
- Pernah mencoba monovision dengan lensa kontak dan menyukainya
Sedangkan alasan untuk memilih Full Distance Lasik (bukan Monovision) antara lain:
- Usia 40 atau lebih muda
- Di atas usia 40, tetapi mencari penglihatan jarak paling “sempurna” untuk olahraga kinerja tinggi atau mengemudi malam hari
- Tidak mempermasalahkan kacamata baca pada usia 43 tahun ke atas
- Pernah mencoba Monovision dengan uji coba lensa kontak, tetapi tidak menyukainya
- Kesulitan beradaptasi dengan perubahan penglihatan (bifokal baru, resep kacamata baru)
- Mengalami ambliopia (mata malas)
Lasik Monovision untuk Presbiopi
Kita ambil dua contoh kasus presbiopi. Keduanya kemudian memilih lasik monovision di National Eye Center (NEC). Pertama, Pak Arip Imawan. Seorang pengacara.
Ia mengalami miopia –6.00 D untuk mata kanan dan -5.50 D untuk mata kiri. Juga ada astigmatisme alias silindernya. Selain itu, ia sudah berusia 41 tahun sehingga juga ada plusnya akibat mengalami presbiopi.
“Saya ingin bebas dari kacamata. Selama ini, jarak satu meter saja saya tidak bisa melihat wajah istri dengan jelas,” kata Pak Arip. “Nyetir malam hari atau hujan juga kesulitan. Soalnya kacamata mengembun. Makanya kalau hujan, saya lebih memilih istirahat, tidak meneruskan nyetir.”
Hal lain yang juga menjadikan kacamata tidak nyaman. Ketika terjadi kerusakan, perlu waktu untuk menggantinya. Pernah gagang kacamatanya patah saat di kampus. Alumni S2 hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya ini pun tidak bisa nyetir pulang. Ia harus mencari-cari kacamata pengganti hingga menunggu berjam-jam di Optik.
Saat Pre-Lasik, pemeriksaan memastikan ia juga memiliki plus. Oleh dokter, ia diberi pilihan. Apakah full distance lasik dengan memakai kacamata baca saat membaca, atau monovision lasik sehingga terbebas dari kacamata baik kacamata minus maupun kacamata baca. Ia pun memilih lasik monovision karena ingin benar-benar bebas dari kacamata apa pun.
Hal serupa dialami Bu Rosma. Usia di atas 40 tahun membuatnya mengalami presbiopi. Selain mata minus yang tinggi, ia juga mengalami mata plus. Jadi selain kacamata tebal, juga multifocal. Akhirnya ia juga memilih lasik monovision.
Jadi, apakah Anda tertarik melakukan lasik mata menggunakan metode Monovision untuk menyembuhkan presbiopi?
Anda bisa konsultasikan terlebih dahulu sebelum lasik dengan dokter mata di NEC karena mereka bisa memberikan saran terbaik untuk Anda agar bebas lensa kontak atau kacamata. #HappyLasik #TrulyLasik []