Kelainan Refraksi biasanya meliputi mata minus, silinder dll. Namun di samping itu masih banyak keyakinan yang beredar di masyarakat soal kelainan refraksi, penyebab, dan obat yang bisa menyembuhkannya. Apakah itu fakta atau sekadar mitos? Tulisan ini membahas mitos dan fakta kelainan refraksi.
Daftar Isi
ToggleWortel Bisa Menyembuhkan Kelainan Refraksi Berupa Minus
Ini mitos pertama soal kelainan refraksi. Banyak masyarakat umum meyakini bahwa wortel bisa menyembuhkan minus. Sampai sekarang pun ketika ada anak mengalami kelainan refraksi, penglihatannya kabur, orang tuanya minta kepada dokter untuk terapi wortel.
“Dok, anak saya tidak usah pakai kacamata ya. Nanti biar makan wortel saja yang banyak. Bisakah sembuh, Dok?”
Wortel ini eksis dari dulu hingga sekarang menjadi isu utama di kalangan masyarakat awam untuk menyembuhkan rabun jauh alias mata minus. Bahkan dianggap bisa menyembuhkan seluruh penyakit mata.
Meskipun dokter mata sudah sering menyampaikan edukasi soal wortel, masih banyak orang tua yang meyakini wortel bisa menyembuhkan mata minus. Bahkan, resep kacamata yang sudah dokter mata berikan, tidak mau beli justru membeli pengobatan alternatif di antaranya adalah dengan wortel ini.
Jadi, wortel bisa menyembuhkan mata minus adalah mitos. Bukan fakta. Wortel tidak bisa menyembuhkan kelainan refraksi baik miopia (rabun jauh), hipermetropi (rabun dekat), dan astigmatisme (silinder).
Faktanya, wortel memang mengandung banyak vitamin. Di antaranya adalah vitamin A dalam bentuk beta karoten yang memang bagus untuk menjaga kesehatan mata, bukan menyembuhkan kelainan refraksi. Wortel juga mengandung Vitamin K1, Vitamin B6, Biotin, dan Kalium.
Baca Juga Apakah Wortel Bisa Menyembuhkan Mata Minus.
Membaca di tempat gelap menyebabkan minus
Ada pula keyakinan yang beredar di masyarakat, bahwa membaca di tempat gelap atau kurang pencahayaan bisa menyebabkan mata minus. Ini mitos atau fakta? Kalau ini adalah fakta.
Membaca di tempat gelap atau kurang pencahayaan membuat mata bekerja atau berakomodasi berlebihan daripada membaca dengan pencahayaan normal. Yang terjadi kemudian adalah penebalan sklera. Dengan menebalnya sklera, maka bola mata juga menjadi lebih panjang.
Bola mata yang lebih panjang dari yang normal inilah penyebab terjadinya mata minus atau miopi (rabun jauh). Sebab dengan bola mata yang lebih panjang, bayangan jatuh pada titik fokus di depan retina.
Jadi, membaca di tempat gelap menyebabkan mata minus merupakan fakta, bukan mitos.
Nonton TV terlalu dekat menyebabkan minus
Keyakinan lain yang beredar di masyarakat, menonton televisi terlalu dekat menyebabkan mata minus. “Jangan nonton TV terlalu dekat, nanti mata kamu minus,” demikian kata orang tua.
Ini mitos atau fakta? Sebelum menjawab, ada dua kemungkinan jika anak kecil menonton TV dari jarak dekat. Pertama, dia memang sudah memiliki kelainan refraksi sehingga tidak bisa melihat jelas dari jauh. Dia mendekat agar bisa melihat dengan jelas.
Kedua, menonton TV dari dekat adalah kebiasaannya. Meskipun sebenarnya ia tidak mengalami kelainan refraksi.
Nah, kebiasaan menonton TV dari dekat ini sama dengan membaca buku di tempat gelap atau kurang pencahayaan. Ini juga mengakibatkan mata berakomodasi berlebihan, sklera menjadi lebih tebal dan kemudian bola mata lebih panjang. Jadilah ia mengalami mata minus karena bayangan jatuh pada titik fokus di depan retina. Inilah faktanya.
Baca juga: Cara Menyembuhkan Mata Minus
Pakai kacamata membuat minus tambah tebal
Berikutnya, sebagian masyarakat beranggapan jika anak kecil memakai kacamata, minusnya akan menjadi lebih tebal. Anggapan ini masih berlangsung hingga sekarang. “Masih kecil kok pakai kacamata, nanti minusnya malah makin tebal,” demikian kata-katanya. Ini mitos atau fakta?
Keyakinan itu hanyalah mitos. Jika anak kecil diketahui mengalami kelainan refraksi, yang terbaik adalah segera memberikan koreksi dengan kacamata yang tepat. Agar anak tersebut bisa melihat lebih terang dan syaraf retinanya bisa bekerja dengan lebih baik. Juga agar terhindari dari ambliopia.
Lalu mengapa kadang didapati sudah pakai kacamata, minusnya malah bertambah? Sebab semakin ia bertambah besar, bola mata juga semakin panjang. Sebagaimana tangannya bertambah panjang, kakinya bertambah panjang, bola matanya juga bertambah panjang. Maka minusnya juga bertambah.
Jadi bertambahnya minus itu bukan karena memakai kacamata tetapi karena bertambahnya panjang bola mata seiring dengan bertambahnya usia. Ini faktanya.
Membaca sambil tidur menyebabkan minus
Ini juga beredar di masyarakat. Keyakinan bahwa membaca sambil tidur menyebabkan mata minus. Kendati demikian, membaca sambil tidur tetap banyak kita temui baik pada anak-anak maupun orang tua. Ini mitos atau fakta?
Posisi membaca sambil tidur bukanlah posisi anatomis dan tidak ekonomis. Ia membuat mata bekerja seperti saat membaca di tempat gelap atau menonton TV terlalu dekat; mata berakomodasi berlebihan. Akibatnya, sklera menebal lalu bola mata memanjang. Jika bola mata memanjang melebihi normal, bayangan jatuh pada titik fokus di depan retina. Terjadilah miopia (rabun jauh) alias mata minus.
Hal yang sama juga terjadi saat kita melihat monitor komputer atau gadget berjam-jam dalam jarak dekat. Ia juga bisa membuat mata menjadi lelah, memicu terjadinya computer vision syndrome (CVS), dan mata minus lebih cepat.
Rajin membaca menyebabkan minus
Ada pula anggapan bahwa rajin membaca menyebabkan minus. Anak-anak yang berkacamata adalah anak-anak yang hobi membaca. Ini mitos atau fakta?
Membaca memang bisa menyebabkan mata minus jika membacanya di tempat yang gelap atau kurang pencahayaan. Membaca bisa menyebabkan mata minus jika sambil tidur. Namun jika membaca dengan posisi yang tepat, jarak dengan buku 30 cm, dan pencahayaan normal, ia tidak akan menyebabkan mata minus.
Salah satu kiat membaca sehat, termasuk bekerja di depan komputer, setiap kali mata bekerja 20 menit, istirahatkan sekitar 20 detik. Sehingga mata menjadi rileks kembali, tidak mudah lelah.
Baca juga: Ambliopia
Minus karena faktor keturunan
Keyakinan berikutnya yang berkembang di masyarakat, jika orang tuanya berkacamata, anaknya juga berkaca mata. Ini mitos atau fakta?
Bisa merupakan fakta. Sebab salah satu penyebab utama mata minus adalah faktor genetik alias keturunan. Hampir sama dengan orang tua yang rambutnya keriting, anaknya juga berambut keriting. Ayahnya mancung, anaknya mancung. Ayahnya tinggi, anaknya tinggi. Termasuk orang tua yang bola matanya panjang, anaknya juga memiliki bola mata panjang. Akibatnya, mereka sama-sama minus dan berkaca mata.
Baca juga: Syarat Operasi LASIK
Bebas kacamata dengan lasik
Setelah mengetahui mitos dan fakta kelainan refraksi, bagaimana jika ingin bebas dari kacamata, sembuh dari kelainan refraksi? Jawabannya adalah LASIK. Jika kacamata dan lensa kontak hanya mengoreksi kelainan refraksi saat dipakai, begitu dilepas pandangan tetap tidak jelas, LASIK mata membuat kelainan refraksi terkoreksi permanen. Sehingga tidak perlu lagi memakai kacamata maupun lensa kontak.
LASIK adalah singkatan dari Laser In Situ Keratomileusis. Yakni prosedur laser untuk mengoreksi gangguan refraksi sehingga bebas dari kacamata dan lensa kontak.
Pada dasarnya, lasik adalah salah satu metode atau teknik yang termasuk dalam Laser Vision Correction (LVC). Namun, sebagian besar masyarakat mengenal metode Laser Vision Correction (LVC) dengan sebutan LASIK.
National Eye Center (NEC) sebagai pusat Laser Vision Correction (LVC) yang berpusat di Surabaya menyediakan tiga metode LASIK:
1. ReLEx® SMILE
Relex SMILE (Refractive Lenticule Extraction – Small Incision Lenticule Extraction) adalah metode bedah refraktif yang lebih canggih dari PRK dan LASIK, hampir tidak terasa sakit dan pemulihannya lebih cepat.
Relex SMILE merupakan generasi ketiga Laser Vision Correction (LVC). Ia lebih canggih dari PRK dan LASIK. Prosedurnya hanya membutuhkan sedikit sayatan (2-4mm) sehingga rasa sakitnya hampir tidak terasa. Ia juga tanpa flap.
Selain itu, Relex SMILE juga dapat meminimalisir efek samping pasca operasi seperti mata kering. Secara keseluruhan, prosedur Relex Smile cenderung sangat nyaman dan proses pemulihan penglihatan sangat cepat.
2. Femto Lasik
Femto LASIK (Laser Assisted In-Situ Keratomielusis) adalah metode bedah refraktif untuk mengatasi kelainan refraksi (miopia, hipermetropi, astigmatisme) dengan minim rasa sakit dan pemulihan cepat.
Femto Lasik merupakan generasi kedua Laser Vision Correction (LVC). Proses pemulihan berlangsung cepat, dampak pasca operasi lasik lebih nyaman daripada PRK, dan efek terjadinya mata kering pasca lasik lebih ringan.
3. Lasik (PRK)
PRK adalah singkatan dari Photorefractive Keratectomy. Yakni prosedur bedah refraktif yang masih tetap digunakan untuk pasien Lasik dengan kondisi mata tertentu.
PRK atau sering disebut Lasik merupakan generasi pertama Laser Vision Correction (LVC). Prosedur PRK dilakukan dengan ablasi atau dilepasnya permukaan kornea.
Itulah pembahasan mengenai mitos dan fakta kelainan refraksi. apabila Anda memiliki keluhan terkait kesehatan mata, Anda bisa datang ke National Eye Center sebagai pusat lasik Surabaya yang terpercaya di Indonesia. Disana Anda akan mendapatkan banyak sekali informasi terkait kesehatan mata lainnya seperti terapi mata minus anak dll. Semoga semua pembaca terbebas dari kelainan refraksi, sekaligus terbebas dari kacamata.
Tunggu apa lagi? Yuk Lasik di tempat lasik kredibel hanya di National Eye Center!
dr. Hera Lesmana, SpM
Lasik Advisor National Eye Center (NEC)
Saksikan Pula Video Kesehatan Mata Lainnya